Fungsi Hukum
FUNGSI HUKUM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Sebagai negara hukum, tentunya hukum menjadi salah satu instrumen penting
dalam pembangunan indonesia. Pembangunan yang dimaksudkan tentunya tidak pada
fisik semata yang terbatas oleh ruang dan waktu tertentu. Melainkan pembangunan
kualitas segenap rakyat indonesia dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
yang bersifat proyeksi jauh kedepan.
Pada zaman reformasi sekarang ini, hukum di tuntut menjadi panglima kemajuan
bangsa seiring dengan kemajuan demokrasi kita. Namun, sekarang ini cenderung
tidak seimbang oleh demokrasi itu sendiri. Demokrasi seharusnya dapat
berbanding lurus dengan kedaulatan hukum dalam perjalanannya membangun bangsa
ini.
Hukum selalu menjadi tumpuan harapan rakyat indonesia untuk mewujudkan
keadilan. Keadilan yang menjadi salah satu dari tujuan hukum seharusnya dapat
di praktekkan dalam upaya membangun masyarakat, bukan mengadili masyarakat
dalam pembangunan dengan dalih bahwa kita negara hukum. Peranan hukum disini
ditekankan pada fungsinya dalam masyarakat sebagai poros dalam melaksanakan
beberapa aspek terkait hubungan hukum dengan masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Fungsi hukum sebagai mempertahan pola?
2.
Bagaimana fungsi hukum sebagai pengintegrasi
kepentingan masyarakat yang dipengaruhi oleh berbagai aspek?
3.
Bagaimana fungsi hukum sebagai sarana pengendali
sosial?
4.
Bagaimana fungsi hukum sebagai sarana pemacu/penggerak
pembangunan masyarakat?
5.
Sebagai sarana pengatur tata tertib hubungan
masyarakat?
C.
Tujuan
1.
Untuk Mengetahui bagaimana Fungsi hukum sebagai mempertahan pola?
2.
Untuk mengetahui bagaimana fungsi hukum sebagai
pengintegrasi kepentingan masyarakat yang dipengaruhi oleh berbagai aspek?
3.
Untuk mengetahui Bagaimana fungsi hukum sebagai
sarana pengendali sosial?
4.
Untuk mengetahui Bagaimana fungsi hukum sebagai
sarana pemacu/penggerak pembangunan masyarakat?
5.
Untuk mengetahui Sebagai sarana pengatur tata
tertib hubungan masyarakat?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Sebagai
Mempertahankan Pola
Podgorecki menyatakan, bahwa
fungsi hukum dalam masyarakat sebagai mempertahankan pola perilaku masyarakat
adalah sebagai berikut:
a.
Fungsi
Integrasi
Yakni bagimana hukum
terealisasi saling berharap (mutual expectation) dari masyarakat.
b.
Fungsi
Petrifikasi
Yakni bagaimana hukum
melakukan seleksi dari pola-pola perilaku manusia agar dapat mencapai
tujuan-tujuan sosial.
c.
Fungsi
Reduksi
Yakni bagaimana hukum
menyeleksi sikap manusia yang berbeda-beda dalam masyarakat yang kompleks
sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, hukum berfungsi
untuk mereduksi kompleksitas ke pembuatan putusan-putusan tertentu.
d.
Fungsi
Memotivasi
Yakni hukum mengatur agar
manusia dapat memilih perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat
e.
Fungsi
Edukasi
Yakni hukum bukan saja
menghukum dan memotivasi masyarakat, melainkan juga melakukan edukasi dan
sosialisasi.
2.
Sebagai Pengintegrasi Kepentingan Masyarakat
yang di Pengaruhi Oleh Berbagai Aspek
Hukum
sering disalah artikan, ia hanya perlu befungsi jika terjadi konflik. Padahal
hukum telah berfungsi sebelum konflik itu terjadi. Dengan lain kata, hukum
berfungsi:
a.
Penerapan
hukum dalam hal tidak ada konflik, contohnya jika seseorang pembeli barang
membayar harga barang, dan penjual menerima uang pembayaran.
b.
Penerapan
hukum dalam hal terjadi konflik, contohnya si pembeli sudah membayar lunas
harga barang, tetapi si penjual tidak mau menyerahkan yang telah dijualnya.
Sehubungan
dengan hal di atas, hukum bertugas sebagai “mekanisme untuk melakukan
integrasi” terhadap berbagai kepentingan warga masyarakat, dan berlaku
baik jika tidak ada konflik maupun setelah ada konflik. Namun demikian harus
diketahui bahwa dalam penyelesaian konflik-konflik kemasyarakatan, bukan hanya
hukum satu-satunya sarana pengintegrasi, melainkan masih terdapat sarana lain
seperti kaidah agama, moral, dan sebagainya.
Intisari
dari konsep ini melihat sistem hukum sebagai suatu mekanisme integrative yang
menyumbangkan kordinasi pada masyarakat berupa keluaran-keluaran pada
sektor-sektor lain dalam masyarakat dengan memperoleh masukan- masukan
3.
Sebagai
Sarana Pengendali Sosial
Hukum
Sebagai Sosial Kontrol, dimana setiap kelompok masyarakat selalu ada
problem sebagai akibat adanya perbedaan antara yang ideal dan yang aktual,
antara yang standard dan yang parktis. Penyimpangan nilai-nilai yang ideal
dalam masyarakat dapat dicontohkan : pencurian, perzinahan hutang, membunuh dan
lain-lain. Semua contoh ini adalah bentuk prilaku yang menyimpang yang
menimbulkan persoalan didalam masyarakat, baik pada masyarakat yang sederhana
maupun pada masyarakat yang modern. Dalam situasi yang demikian itu, kelompok
itu berhadapan dengan problem untuk menjamin ketertiban bila kelompok itu
menginginkan, mempertahankan eksistensinya.
Pada
taraf kehidupan bersama, pengendalian sosial merupakan suatu kekuatan untuk
mengorganisasi tingkah laku sosial budaya. Sebagaimana halnya dengan kenyataan
bahwa kehidupan manusia dalam artian tertentu dicakup alam semesta, maka
pengendalian sosial membimbing manusia semenjak lahir hingga meninggal dunia.
Pengendalian sosial terjadi apabila suatu kelompok menentukan tingkah laku
kelompok lain, atau apabila kelompok mengendalikan anggotanya atau kalau
pribadi-pribadi mempengaruhi tingkah laku pihak lain.
Dengan
demikian pengendalian sosial terjadi dalam tiga taraf yakni:
a.
kelompok
terhadap kelompok
b.
kelompok
terhadap anggotanya
c.
pribadi
terhadap pribadi
Dengan
kata lain pengendalian sosial terjadi apabila seseorang diajak atau dipaksa
untuk bertingkah laku sesuai dengan keinginan pihak lain, baik apabila hal itu
sesuai dengan kehendaknya ataupun tidak. Jika dikatakan pengendalian sosial itu
memiliki unsur pengajakan atau pemaksaan kehendak kepada pihak lain, maka
kesiapan pihak lain itu untuk menerimanya sudah tentu didasarkan kepada
keadaan-keadaan tertentu. Pengendalian sosial bertujuan “ to bring about
confirmaty, solidarity, and continuity particular group or society”.
Dalam
hal ini, Soerjono Soekanto dan Heri Tjandrasari juga secara rinci menyusun
klasifikasi sederhana terhadap tujuan-tujuan pengendalian sosial, yaitu:
a.
yang
tujuannya bersifat eksploitatif, oleh karena dimotivasikan kepentingan diri,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
b.
yang
tujuannnya bersifat regulative, oleh karena dilandaskan pada kebiasaan atau
adat istiadat.
c.
yang
tujuannya bersifat kreatif atau konstruktif, oleh karena diarahkan pada
perubahan sosial dan bermanfaat.
Melihat
dari klasifikasi yang dirumuskan oleh mereka berdua, kita dapat menyimpulkan
bahwa ketiga-tiganya memerlukan sarana untuk pengaturannya. Sarana untuk
pengendalian sosial itu dapat berbentuk badan-badan yang bersifat institusional
maupun noninstitusional, tergantung kepada tujuan yang hendak dicapai. Yang
bersifat institusional salah satu diantaranya adalah hukum. Hukum merupakan
lembaga pengendali sosial yang memiliki kekuatan. Dapat kita bayangkan jika
kekuatan hukum sebagai lembaga pengendali sosial ini pudar, maka tingkah laku
masyarakat (baik kelompok maupun individu) menjadi tidak stabil dan kita tidak
dapat membayangkan keadaan masyarakat itu untuk selanjutnya.
Oleh
karena itu, penulis menganalisa bahwa hukum diartikan sebagai “kontrol sosial”
dan berhubungan dengan pembentukan dan pemeliharaan aturan-aturan sosial.
Analisa ini berpijak pada kemampuan hukum untuk mengontrol perilaku-perilaku
manusia dan menciptakan suatu kesesuaian didalam perilaku-perilaku tersebut.
Sering
dikatakan bahwasanya salah satu karakteristik hukum yang membedakannya dari
aturan-aturan yang bersifat normatif ialah adanya mekanisme kontrol yaitu yang
disebut sebagai sanksi. Sedangkan menurut Ronny Hantijo Soemitro: kontrol
sosial merupakan aspek normatif dari kehidupan sosial atau dapat disebut
sebagai pemberi definisi dari tingkah laku yang menyimpang serta
akibat-akibatnya seperti larangan-larangan, tuntutan-tuntutan, pemidanaan dan pemberian
ganti rugi.
Dari
apa yang dikemukakan oleh Prof. Ronny di atas, kita dapat menangkap isyarat
bahwa hukum bukan satu-satunya alat pengendali atau pengontrol sosial. Hukum
hanyalah
salah satu alat kontrol sosial dalam masyarakat. Fungsi hukum sebagai alat
pengendalian sosial dapat diterangkan sebagai fungsi hukum untuk menetapkan
tingkah laku mana yang dianggap merupakan penyimpangan terhadap aturan hukum,
dan apa sanksi atau tindakan yang dilakukan oleh hukum jika terjadi
penyimpangan tersebut.
4.
Sebagai Sarana Pemacu/Penggerak
Pembangunan Masyarakat
Fungsi
hukum sebagai sarana penggerak pembangunan. Salah satu daya mengikat dan
memaksa dari hukum, juga dapat dimanfaatkan atau didaya gunakan untuk
menggerakkan pembangunan. Hukum sebagai sarana pembangunan merupakan alat bagi
otoritas untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju. Dalam hal ini sering
ada kritik atas fungsi hukum sebagai alat penggerak pembangunan, yang
dianggapnya melaksanakan pengawasan perilaku dan mendesaknya, semata-mata hanya
kepada masyarakat belaka sedangkan aparatur otoritas dengan dalih menggerakkan
pembangunan, lepas dari kontrol hukum.
5.
Sebagai
Sarana Pengatur Tata Tertib Hubungan Masyarakat
Fungsi
hukum ini dimungkinkan karena sifat dan watak hukum yang memberi pedoman dan
petunjuk tentang bagaimana berprilaku di dalam masyarkat. Menunjukkan mana yang
baik dan mana yang tercela melalui norma-normanya yang mengatur
pemerintah-pemerintah ataupun larangan-larangan, sedemikian rupa, sehingga
warga masyarakat diberi petunjuk untuk bertingkah laku, sehingga masyarakat
telah mengetahui dengan jelas apa yang harus diperbuat atatu tidak diperbuat,
Dengan tujuan agar masyarakat tertib dan teratur.
Sebagai
contoh orang-orang yang menonton bioskop telah sama-sama mengetahui apa yang
harus dilakukan. Beli karcis antri, masuk ke pintu masuk, demikian pula setelah
film berakhir masing-masing meninggalkan ruangan melalui pintu-pintu yang
tersedia. Demikian tertibnya karena semua ketentuan telah jelas dimengerti oleh
penonton.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Meskipun Indonesia sudah sepuluh tahun memasuki era
reformasi hukum belum berpihak kepada kepentingan masyarakat. Hukum masih sarat
dengan kepentingan-kepentingan pihak tertentu seperti penguasa dan pegusaha. Hal ini terlihat dari
produk undang-undang untuk skala nasional dan peraturan daerah untuk skala
lokal.
2. Reformasi terhadap aparatur penegak hukum berjalan
lambat jika dibanding-kan dengan reformasi terhadap substansi hukum. Hal ini
menyebabkan hukum tidak dapat berperan sebagai penyeim-bang kepentingan
masyarakat dalam upaya merealisasikan keadilan dan kebenaran.
B.
Saran
Disarankan kepada pihak-pihak
yang berwenang, agar dalam membentuk undang-undang tidaklah berorientasi
politik, kekuasaan, kepentingan “orang berpunya”, tapi sungguh-sungguh tidak
merealisasikan dan melaksanakan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.
Begitupun dalam reformasi penegakan hukum, agar tidak tebang pilih.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H., M.S., LL.M. PENGANTAR ILMU ___________HUKUM.
Jakarta, Kencana Prenadamedia Group, 2008
Dr. H. Dudu Duswara Machmudin, Drs., S.H., M.Hum. PENGANTAR ILMU ___________HUKUM
SEBUAH SKETSA. Bandung, PT Refika Aditama, ___________2001
R. Soeroso, S.H. PENGANTAR ILMU HUKUM. Jakarta, Sinar Grafika,
___________2015
Drs. Nuruddin, M.H PENGANTAR ILMU HUKUM. Mataram, CV Sanabil,
___________2015
Komentar
Posting Komentar